Ya, wajah tersebut rupanya cukup familier terutama bagi sejumlah atlet bulutangkis dari Indonesia. Ia adalah Jonas Ralfy Jansen yang merupakan salah satu alumni tim junior di klub PB Djarum dan berdarah Indonesia.
Ralfy membela tim Jerman pada 2017 setelah ia dinaturalisasi negara tersebut. Ia termasuk salah satu andalan di ganda putra, berpasangan dengan Josche Zurwonne di tim Thomas Jerman. Ajang ini merupakan keikutsertaan pertamanya."Perasaannya senang dan agak sedikit gugup. Pertama kali ikut Piala Thomas dan membawa negara lain [selain Indonesia], rasanya beda. Waktu jamuan makan malam, bawa nama dan bendera Jerman, lihat orang Indonesia, agak bagaimana gitu."
"Tidak sedih juga pada akhirnya tidak membela Indonesia karena waktu itu saya sudah memberikan yang terbaik saat masih junior. Di kejurnas saya sudah pernah juara di [nomor] ganda dan ganda campuran pada 2010, kalau tidak salah di Makassar," terang Ralfy.
[Gambas:Twitter]
Ia mengatakan pernah jadi pemain terbaik edisi Djarum junior pada 2010 dan sempat punya asa besar membela Merah Putih saat itu.
"Akhirnya tidak dipanggil pelatnas, ya waktu itu kecewa. Sekarang sudah main bawa negara Jerman dan sudah lupakan yang lalu-lalu."
Ralfy memang pernah bersinar di kejurnas junior berpasangan dengan Dandi Prabudita bersama klub PB Djarum sejak 2010. Setelah itu, praktis namanya tak pernah terdengar lagi di Indonesia usai gagal masuk pelatnas.
"Saya pindah ke Jerman pada 2012 awal, keluar dari Indonesia 2011 bulan Agustus sudah dapat persetujuan dari salah satu pengurus [PBSI], maaf tidak bisa saya sebutkan namanya."
[Gambas:Twitter]
"Tidak segampang itu juga buat jadi pebulutangkis membawa nama Jerman karena proses, politik, dan sebagainya. Jadi saya awalnya memang fokus studi untuk beberapa tahun di sana. Dan sekarang dari tahun kemarin [2017], bulan Februari, saya sudah resmi jadi warga negara Jerman," terang Ralfy.
Ia memilih Jerman karena ingin ikut sang kakak perempuan di Jerman, Cisita Joity Jansen, yang juga pernah mengikuti pelatnas. Ralfy mengungkapkan sang kakak pindah ke negara tersebut karena kecewa pernah masuk pelatnas tapi akhirnya ke luar.
"Awalnya saya hanya berpikir untuk belajar di sana karena saya pikir sudah tidak ada kesempatan di Indonesia meski saya sudah memberikan yang terbaik waktu di kejurnas [junior]. Masak saya musti memaksakan main di nomor tunggal juga," terang Ralfy.
Saat ini ia tercatat masih kuliah di Universitas Saarbucken di jurusan Manajemen Keuangan. Tampak malu-malu, belakangan ini pun ia mengakui agak kesulitan kuliahnya karena diminta pelatih tim Jerman untuk fokus di bulutangkis.
"Jadi susah juga mau ikut ujian bentrok dengan pertandingan," tutur Ralfy.Sebelum Piala Thomas, ia pernah ikut kejuaraan dunia di Piala Sudirman 2017 dan Kejuaraan Eropa tahun lalu dan tahun ini.
"Jadi semuanya dalam dua tahun ini banyak sekali yang baru bagi saya, tapi sangat senang karena tidak segampang itu orang-orang Jerman memberikan kesempatan kepada saya karena perlu membuktikan dengan berlatih keras dan hasil-hasil bagus."
Ralfy mengatakan statusnya saat ini memang sudah menjadi warga negara Jerman dan melepas paspor Indonesia. Padahal, saat itu ia mengatakan hanya terpikir untuk menuntut ilmu di negara itu.
Takdir kemudian malah mempertemukannya kembali di lapangan bulutangkis dan bahkan menjadi salah satu pemain timnas Jerman. Pemain 25 tahun itu lantas berbagi cerita awalnya bisa bergabung bersama timnas Jerman."Dulu saya pernah berencana jadi pilot, tapi seiring waktu tidak segampang itu dan ada beberapa kendala. Dan berpikir yang penting melanjutkan gelar S1 dulu baru nanti berpikir lagi untuk jadi pilot," tuturnya.
Waktu itu ia pernah mendaftar ke sejumlah tempat untuk kuliah dan untuk warga negara di luar Jerman sangat tidak mudah. Banyak teman-temannya dari Indonesia yang sempat sekolah di Jerman pun menyerah karena kesulitan dengan bahasanya.
"Saya kemudian ditolong sama keluarga Mark Lamsfuss ia sekarang di tim Jerman juga [ganda]. Saya banyak komunikasi dengan mereka sehingga bisa cepat berbahasa Jerman waktu itu."
[Gambas:Twitter]
"Saya harus mendaftar preparatory college, karena orang asing di sana belum bisa langsung masuk ke universitas, harus sekolah bahasa dulu dan preparatory college dua semester baru bisa kuliah." ucap Ralfy.
Saat masa persiapan untuk kuliah itu ia kemudian berpikir menjadi lawan uji coba dengan tim bulutangkis Jerman, sekadar melepas kerinduan di lapangan bulutangkis. Ia juga sempat mendaftar kuliah di beberapa tempat karena belum tentu diterima di Saarbucken.
Peran sebagai lawan tanding para pemain timnas Jerman itu juga yang akhirnya membuat Ralfy diterima di Universitas Saarbucken yang merupakan perbatasan dengan Prancis.
"Mereka juga terima saya sebagai lawan uji coba waktu itu karena saya hanya bisa latihan tiga hingga empat kali sepekan lantaran harus kuliah juga," kata pemain yang sudah agak kaku itu dalam berbahasa Indonesia.
[Gambas:Twitter]
Di sanalah kesempatan itu datang untuk memperkuat timnas karena pelatih Jerman melihat Ralfy Jansen bermain impresif meski berstatus hanya lawan uji coba dan cuma latihan tiga atau empat kali sepekan.
"Waktu itu saya ganda campuran dan berpasangan dengan kakak saya sendiri. Waktu itu kami juga pernah mengalahkan salah satu ganda terbaik di Indonesia saat ini Marcus Fernaldi Gideon. Waktu itu ia berpasangan dengan Gabriela Stuefa untuk hiburan saja karena dia juga belum di pelatnas waktu itu," tuturnya.
"Kami bertemu di final di Turki [pada 2014] waktu itu dan mengalahkan mereka [Marcus/Stuefa]."
Di momen itulah pelatih timnas Jerman sekali lagi takjub karena Ralfy bisa membuktikan performa terbaik meski hanya latihan tiga atau empat kali sepekan.
"Mereka juga penasaran dan bertanya kepada saya masih bisa mengalahkan [Marcus/Stuefa] padahal latihan hanya tiga sampai empat kali sepekan. Mereka juga tanya, 'Kenapa tidak latihan penuh?' Saya bilang mau banget karena dari dulu mimpi saya ikut kejuaraan dunia, tapi saya minta izin dulu untuk awal-awal fokus di kuliah."
"Maklum, visa saya adalah visa studi. Jadi kalau tidak lulus, saya harus pulang ke Indonesia. Kalau ke Indonesia tanpa ada apa-apa, saya tidak tahu mau jadi apa? Mereka pun mulai mendukung saya," ungkapnya.
Pada 2016, Ralfy juga tampil berpasangan dengan partnernya saat ini, Josche Zurwonne di ajang Mitburgen berhadapan dengan ganda Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, yang juga main di Piala Thomas saat ini. Ia kalah dalam dua set saat itu.
Ia mengatakan sangat sulit untuk bisa diterima di timnas Jerman sekaligus berpindah kewarganegaraan karena banyak sekali dokumen yang harus diperiksa untuk disetujui.
"Termasuk soal rekam jejak kriminalitas apakah saya pernah melakukan kriminalitas dan sebagai macamnya. Makanya dari situ juga saya harus berlatih satu tahun secara penuh dan tidak boleh melakukan tindak kriminal waktu itu."
![]() |
Ia akhirnya terpaksa melepas paspor Indonesia karena memang peraturan kewarganegaraan di Indonesia hanya menganut satu kewarganegaraan atau satu paspor saja.
"Pertimbangannya saat itu saya tidak dapat kesempatan di Indonesia dan mendapat kesempatan kedua di Jerman yang mungkin tidak semua orang dapat. Apalagi saya sudah latihan dari usia empat tahun dan bermimpi tampil di ajang dunia, Piala Sudirman, Piala Thomas, dan lainnya."
Sayangnya, Ralfy tak mampu membawa Jerman melangkah lebih jauh ia dan Zurwonne kalah dari ganda Jepang, Hiroyuku Endo/Yuta Watanabe, 21-16, 21-23, dan 21-18. Padahal seandainya mereka menang, skor Jepang dengan Jerman bisa imbang 2-2.
"Sayang sekali memang karena saya sempat berpikir kalau menang, harapan masih ada. Sekarang sudah pupus [untuk ke perempat final]," ucapnya.Pada laga perdana di Grup C, Jerman kalah 0-5 dari China Taipei, Minggu (20/5) di Piala Thomas. (sry/jun)
Baca Kelanjutannya Cerita Pemain Jerman asal Indonesia di Piala Thomas 2018 : https://ift.tt/2GHk1oiBagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Pemain Jerman asal Indonesia di Piala Thomas 2018"
Post a Comment