Aceh dikenal sebagai provinsi yang taat dalam menegakkan aturan Islam, khususnya hukuman cambuk. Sejak Qanun Jinayat diterapkan pada 2015, penerapan hukuman cambuk di seluruh Aceh terus meningkat.
Kedudukan qanun dalam sistem hukum Indonesia adalah setingkat dengan peraturan daerah yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. Berdasarkan status kekhususannya, Aceh diberikan kewenangan khusus untuk menerapkan nilai-nilai syariat Islam kepada masyarakat setempat. Hal itu diatur dalam qanun.Qanun Jinayat telah disahkan tahun lalu, dan berlaku efektif di Aceh mulai 23 Oktober 2015. Sementara pembahasannya telah dilakukan sejak 2008.
Menurut Data Monitoring Lembaga kajian Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sepanjang 2016, Mahkamah Syariah Aceh memutuskan sekitar 301 putusan perkara jinayat sejak Januari sampai dengan November 2016. Dan sepanjang 2016, terdapat sekitar 339 terpidana dieksekusi cambuk di seluruh wilayah Aceh.
Menurut Sekretaris Umum KONI Aceh Muhammad Nasir, hukum Islam tidak menghalangi prestasi olahraga. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama)
|
“Tidak, tidak ada. Hukum Islam di Aceh tak menjadi momok dalam dunia olahraga. Misalnya ada kejuaraan renang di Aceh. Dia (atlet) hanya boleh berpakaian renang di lingkungan renangnya itu, tidak ada persoalan soal itu,” kata Nasir.
Tetapi, KONI juga mengajui, agak sedikit menjadi persoalan apabila dalam kejuaraan itu, terutama cabang olahraga renang, yang menontonnya laki-laki. Meskipun, saat ini sudah ada burkini, pakaian renang khusus muslim perempuan.
Natsir melanjutkan, cara berpakaian atlet luar negeri jika berada di Aceh bisa menjadi masalah berbeda. Dia mengatakan, tidak dapat mengontrol cara berbusana warga asing.
“Nah itu, itu di luar tanggung jawab kami. Artinya kan kalau dia muslim, dan begitu ada razia, ya dirazia. Karena, razia kan bukan ditangkap, tapi disampaikan dan dinasehati,” ucap Nasir.
KONI pun sedikit menggaransi, bahwa tidak ada yang mengkhawatirkan pihaknya mengenai pelaksanaan kejuaraan olahraga dengan hukum Islam di Aceh. Untuk yang tidak berjilbab, akan diberikan jilbab. Tidak dipenjara karena hal tersebut.
Nasir menerangkan, bahwa KONI sudah beberapa kali membuat kejuaraan level nasional. Dia bercerita, pada awalnya para atlet luat daerah ragu untuk datang ke Aceh karena mendengar kabar banyak situasi konflik di sana.
Akan tetapi setelah diberi penjelasan, mereka akhirnya berkenan datang dan merasa aman, serta tidak ada masalah yang berarti.
“Yang nonmuslim ya kami hormati saja. Dia kan tidak perlu berlaku seperti muslim. Lihat saja, di sini turis-turis seperti biasa, asal jangan masuk ke masjid. Pasti diusir,” ujar Nasir.
Stadion Harapan Bangsa jadi venue Aceh World Solidarity Tsunami Cup 2017. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
|
“Misalnya, lari maraton marathon 10.000m, kan banyak orang dari mana-mana seperti Malaysia dan Filipina. Mereka pakai celana pendek dan legging. Kan tidak menganggu dan tak terlihat seksi,” Nasir menambahkan.
Adapun perkembangan olahraga di Aceh untuk atlet perempuan, menurut Nasir sudah bagus sekali. Termasuk olahraga muay thai yang baru ada di Aceh digemari atlet putri dari level SMP, SMA, dan mahasiswi.“Tapi sepak bola belum. Belum berkembang. Saya tidak tahu kenapa. Tapi di sini, olahraga yang banyak berkembang dan banyak penggemarnya itu bela diri. Saya tak menyangka olahraga muay thai yang baru itu ramai sekali atlet putrinya," dia menuturkan. (sry)
Baca Kelanjutannya Hukum Islam Tak Halangi Kemajuan Olahraga Aceh : http://ift.tt/2nKVZouBagikan Berita Ini
0 Response to "Hukum Islam Tak Halangi Kemajuan Olahraga Aceh"
Post a Comment