Di puncak Denali, kedua mahasiswi angkatan 2011 itu juga sekaligus memeperkenalkan angklung, alat musik khas Jawa Barat, kepada para pendaki lainnya.
Francisca mengatakan keduanya selalu membawa angklung saat mendaki puncak tertinggi di dunia. Bagi mereka, ini cara terbaik memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia di mata dunia.
"Kami selalu bawa angklung. Ini alat musik khas dari daerah kami, Jawa Barat. Kami selalu membunyikan angklung di puncak gunung," ungkap Fransiska.
"Ketika kami bunyikan, pendaki lain selalu bertanya itu apa. Kami jawab ini alat musik tradisional dari Indonesia. Kami ingin memperkenalkan Indonesia ke dunia," imbuhnya.
Meski memberikan tantangan berat, namun keindahan Puncak Gunung Denali membayar lunas kerja keras para pendakinya. (Thinkstock/evenfh)
|
Dari keenam gunung yang sudah mereka taklukkan, Mathilda mengatakan Denali merupakan gunung tersulit yang didaki. Angin menjadi tantangan terberat keduanya untuk mencapai puncak setinggi 6190 mdpl.
Setelah menikmati Gunung Denali, dua mahasiswi Parahyangan bakal melanjutkan petualangan terakhir ke Puncak Everest. (Lance King/Getty Images/AFP)
|
Selanjutnya, kedua mahasiswi sudah berencana untuk menuntaskan pendakian ke tujuh puncak tertinggi di tujuh benua di dunia. Puncak Everest jadi tujuan akhir mereka.
Rencananya, mereka akan mendaki Everest pada Maret 2018 mendatang. Kedua memilih untuk beristirahat untuk memulihkan fisik sekaligus mengumpulkan informasi terkait Everest.
"Everest itu gunung tertinggi di dunia. Tantangannya besar, karena kadar oksigen sedikit dan sangat dingin. Tetep takut, tapi mereka (puncak tertinggi di dunia) menyajikan tantangan dan bahaya, tapi ada keindahan," terang Mathilda. (jun/har)
Baca Kelanjutannya Mojang Bandung Populerkan Angklung di Puncak Denali : http://ift.tt/2ttUbhTBagikan Berita Ini
0 Response to "Mojang Bandung Populerkan Angklung di Puncak Denali"
Post a Comment