Mei 1998, kerusuhan terjadi di ibu kota Jakarta dan beberapa daerah lain. Di saat yang sama, tim bulutangkis Indonesia sedang berjuang meraih gelar ke-11 dalam Piala Thomas 1998 di Hong Kong.
Dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com, Hendra mengungkapkan ketika itu ia baru 14 tahun dan sudah mulai bermain bulutangkis secara profesional."Ketika Piala Thomas juara? Saya nonton di TV ketika itu, jadi saya bangga. Saat itu saya masih bermain bulutangkis di klub [Jaya Raya Jakarta]," kata Hendra.
"Di luar rusuh, kami disuruh tetap berada di asrama ketika final Piala Thomas. Kami nonton di TV, Indonesia juara, bangga rasanya. Istilahnya di luar ribut, di dalam juara. Jadi bisa mendinginkan suasana lah," lanjut mantan partner Markis Kido itu.
![]() |
Sementara Tim Uber Indonesia saat itu gagal meraih gelar juara. Mereka kalah dari China dalam partai final dengan skor 1-4 pada 23 Mei 1998. Kemenangan satu-satunya Tim Uber Indonesia diraih pasangan ganda putri Eliza Nathanael/Deyana Lomban.
Kerusuhan Mei 1998 juga identik dengan kerusuhan rasial etnis Tionghoa. Banyak toko dan perusahaan diamuk massa, terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa.
Sebagai keturunan Tionghoa, Hendra juga sempat mendapat peringatan dari orang tuanya tentang kondisi yang terjadi saat itu.
"Saya waktu itu masih belum mengerti, ditelepon orang tua untuk tidak ke mana-mana dan di asrama. Sebetulnya takut juga, rusuh begitu. Mau pergi juga ya sudahlah jangan cari masalah," ucap Hendra.Hendra kini menjabat sebagai kapten tim Piala Thomas Indonesia 2018 yang berlaga di Bangkok, Thailand. (nva/har)
Baca Kelanjutannya Suasana Mencekam Mei 1998 Juga Dirasakan Sang Juara Dunia : https://ift.tt/2IBcusSBagikan Berita Ini
0 Response to "Suasana Mencekam Mei 1998 Juga Dirasakan Sang Juara Dunia"
Post a Comment