Wajah asli Timnas Indonesia di babak kualifikasi Piala Asia U-23 ada pada duel lawan Mongolia. Di laga itu, aliran bola berjalan dengan baik, serangan pun variatif.
Indonesia mampu memainkan umpan-umpan pendek dengan terorganisir dan punya kecepatan saat menyerang dari sisi sayap. Serangan-serangan itu pun diakhiri penyelesaian akhir yang mematikan.
Lini belakang Timnas Indonesia pun tampil kuat dalam menampilkan benteng pertahanan. Tak ada kesalahan-kesalahan yang membuat lawan mampu menggetarkan gawang Indonesia. 7-0 untuk kemenangan Indonesia atas Mongolia.
Pada laga lawan Thailand, di tengah kondisi lapangan yang buruk, semangat juang para pemain Timnas Indonesia pun terlihat begitu nyata di lapangan. Evan Dimas dan kawan-kawan coba bermain maksimal di tengah keterbatasan kondisi lapangan.
Indonesia bahkan punya peluang emas untuk memenangkan pertandingan bila saja tendangan Osvaldo Haay di babak kedua tak melebar.
Timnas Indonesia sejatinya tampil bagus di mayoritas menit yang mereka mainkan di Piala Asia U-23. (Foto: Dok. PSSI)
|
Indonesia menciptakan 2-3 peluang emas, namun semuanya gagal dalam penyelesaian akhir sehingga tak ada gol balasan yang tercipta untuk membalas tiga gol yang diderita di babak pertama.
Praktis, performa buruk Indonesia hanya ada di 45 menit pertama laga lawan Malaysia. Bila dikhususkan, ada di 30 menit pertama karena tiga gol tercipta dalam durasi tersebut.
Terlepas dari pilihan pemain yang ditunjuk oleh Luis Milla pada laga tersebut, Timnas U-22 benar-benar terlihat demam panggung di awal laga lawan Malaysia.
Serangan-serangan Malaysia yang seharusnya bisa diantisipasi malah berubah jadi gol. Gol pertama Malaysia yang lahir terlalu cepat, di menit keempat oleh Safiq Ahmad, membuat demam panggung makin dirasakan oleh 'Garuda Muda'.
Evan Dimas dan kawan-kawan harus bisa tampil di level terbaik sejak awal turnamen. (Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
|
Koordinasi yang lemah antara kiper dan bek membuat sundulan Jafri Firdaus masuk ke gawang yang kosong tanpa pengawalan. Di balik gol ketiga, koordinasi lini pertahanan makin terlihat rapuh karena N. Thanabalan bisa berdiri bebas di muka gawang dan menceploskan bola dengan mudah.
Timnas Indonesia U-22 tampil impresif ketika mengalahkan Mongolia. (Dok. PSSI)
|
Kegagalan di kualifikasi Piala Asia U-23 ini memang mengecewakan namun bisa jadi pelajaran paling pas sebelum SEA Games 2017 berlangsung.
SEA Games 2017 adalah target utama PSSI di tahun ini. Mereka ingin Timnas Indonesia meraih medali emas yang sudah tak lagi didapatkan usai berjaya di SEA Games 1991.
Timnas U-22 tergabung dalam grup yang berat karena ada Thailand dan Vietnam, plus beranggotakan enam tim sehingga bakal memiliki jadwal yang lebih padat.
Tugas berat menanti Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2017. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
|
Dari segi permainan, Timnas U-22 telah menunjukkan besarnya potensi yang mereka miliki di atas lapangan. Persoalan Luis Milla saat ini adalah mengatur bagaimana tim arahannya bisa ada di level teratas sepanjang gelaran SEA Games.
Bila Timnas Indonesia mampu meraih medali emas SEA Games 2017, kegagalan lolos ke Piala Asia U-23 tak akan lagi jadi persoalan. (har)
Baca Kelanjutannya Faktor Kegagalan Timnas Indonesia: 45 Menit Demam Panggung : http://ift.tt/2tCCLUfBagikan Berita Ini
0 Response to "Faktor Kegagalan Timnas Indonesia: 45 Menit Demam Panggung"
Post a Comment