Melalui tangan dingin pelatih asal Minang itu, skuat berjulukan Serdadu Tridatu itu bukan sekadar kompak. Hubungan harmonis saling toleransi para pemain yang berbeda-beda suku dan agama, lanjut Pieter, turut dirintis Indra.
Selebrasi gol dengan keberagaman cara bersyukur yang dilakukan penggawa Bali United setelah menang 3-1 melawan Perseru Serui pada 4 Juni lalu itu sebenarnya juga bukan yang pertama, beberapa klub mengklaim telah melakukan selebrasi itu terlebih dahulu.
Namun, foto yang mengunggah Ngurah Nanak, Yabes Roni dan Miftahul Hamdi itu viral di tengah situasi dan kondisi Indonesia yang sedang krisis keberagaman.Ngurah Nanak sebagai pemain Hindu, mengangkat dan menyatukan kedua telapak tangannya sebagai tanda bersyukur. Miftahul sebagai pemain muslim, ia merayakan gol kemenangan Bali United dengan sujud syukur di lapangan hijau.
Di tengah keduanya adalah Yabes yang seorang Kristen berlutut seraya menggenggam kedua tangan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan.
Bali United sebelumnya bukan tim besar. Kehadiran Indra di tim membuat semua yang ada di Bali United berubah total. Termasuk banyaknya percampuran kebudayaan, agama dan suku di dalamnya.
Kehidupan bertoleransi skuat Bali United dinilai Pieter Tanuri berkat mantan pelatih Indra Sjafri. (CNN Indonesia/Ahmad Bachrain)
|
Dalam mencari pemain, Pieter menyebut Indra tahu masalah keberagaman jadi satu hal penting yang juga dipikirkannya. Selain ada sikap pemain yang menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih pemain.
Pieter mencontohkan Hamdi. Pesepakbola asal Aceh ini tidak mau ketika pertama kali diajak Indra Sjafri untuk merapat ke Bali United. Sang ayah melarangnya dengan alasan, Bali adalah tempat yang tidak bagus buat anaknya tumbuh kembang sebagai muslim mengingat Bali identik dengan agama Hindu. Selain itu kehidupan yang bebas dan dianggap jarang memiliki tempat ibadah bagi umat Islam sempat memberatkan ayah dari Hamdi atas ajakan Indra. Maklum, Hamdi berasal dari keluarga muslim yang bisa disebut sangat taat.
“Bapaknya itu mungkin berpikir di Bali tidak ada masjid. Itu kan karena kasih sayang seorang bapak yang lebih besar kepada anaknya. Tapi, setahun kemudian, setelah dia (ayah dari Hamdi) melihat banyak pemain bagus di Bali seperti Yabes [Roni], Hamdi mau main di Bali. Karena selama main di Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Hamdi terlihat tidak maju-maju. Bahkan, bapaknya Hamdi menelpon Indra menanyakan: ‘Masih ada tempat di Bali untuk anak saya?’,” ungkap Pieter.
Jika Hamdi berasal dari keluarga muslim yang taat, Yabes seorang yang taat dengan keyakinannya sebagai seorang Nasrani. Dalam berbagai kesempatan Yabes juga kerap kali menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang taat atas keyakinanya, termasuk saat melakukan selebrasi gol kala tampil bersama Bali United.
Begitu juga Ngurah Nanak, yang disebut Pieter merupakan pemeluk Hindu taat, yang selalu mengucapkan syukur kepada Tuhannya setiap mendapatkan keberuntungan dan keberkatan. Nanak mengatakan dia dan timnya saling menghormati satu sama lain apapun suku, keyakinan, serta latar belakang masing-masing. Dan, itu dapat membantu timnya meraih hasil-hasil positif dalam Liga 1 2017.
“Keberagaman ini bisa disatukan melalui sepak bola. Coba, kalau mau oper bola tapi tidak ada kebersamaan, tidak mungkin dari yang Islam kasih ke Kristen atau mereka oper bola dengan pilih-pilih latar belakang agamanya dan ketaatan masing-masing,” jelas Pieter.“Apresiasi ini sebetulnya pantas juga untuk diberikan kepada Indra Sjafri. Ia selalu memikirkan soal keberagaman dalam setiap strategi yang dibuatnya, setiap program yang dibuatnya. Meski isu keberagaman di sepak bola itu sudah lama, tapi menariknya isu ini muncul kembali dan menjadi warisan budaya di Bali,” imbuhnya.
Unggahan foto selebrasi Bali United yang dipasang di sejumlah akun media sosial resmi klub itu mengundang perhatian banyak netizen. Bahkan, unggahan itu ikut disorot media luar negeri. Salah satunya Reuters dan Washington Post. Washington Post dalam artikelnya mengomentari selebrasi itu sebagai momen yang tepat di tengah isu intoleransi yang terjadi di Indonesia.
"Foto tersebut muncul di waktu yang penting dalam sejarah Indonesia. Saat faksi politik Islam yang kurang toleran di negara itu mengancam pemerintahan moderat dan sekuler Indonesia dalam beberapa bulan belakangan," demikian tertulis dalam Washington Post. (bac/kid)
Baca Kelanjutannya Pieter: Indra Perintis Toleransi di Bali United : http://ift.tt/2sP24RsBagikan Berita Ini
0 Response to "Pieter: Indra Perintis Toleransi di Bali United"
Post a Comment