Indonesia memang tak tampil sebagai juara, melainkan hanya peringkat tiga yang dibawa pulangnya ke Tanah Air. Namun, pujian deras tetap mengalir ke Timnas Indonesia U-19 yang dibesut Indra Sjafri itu.
Masyarakat Indonesia pun bersorak. Sosok Egy Maulana yang tampil sebagai bintang dipuja bak Lionel Messi dari Indonesia. Sorak-sorai itu diartikan sebagai pelepas dahaga masyarakat Indonesia yang rindu akan hadirnya prestasi di sepak bola.Sebenarnya Indonesia pernah berjaya di ajang sepak bola Asia. Predikat Macan Asia pernah melekat pada Timnas Sepak Bola Indonesia. Indonesia pernah menjadi semifinalis Olimpiade 1956 ketika masih diperkuat Maulwi Saelan.
Egy Maulana Vikri salah satu calon bintang masa depan Timnas Indonesia. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
|
Kini, semua kenangan itu terkubur seiring tak ada lagi prestasi gemilang yang ditorehkan Timnas Indonesia di kancah Asia, apalagi dunia. Reformasi sepak bola terus digaungkan. Tujuannya mulia, demi mengembalikan prestasi yang pernah dicatatkan sebelumnya.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, wacana untuk mengembalikan kejayaan sepak bola kembali tercetus. Presiden Jokowi meminta kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi untuk membiarkan FIFA menjatuhkan sanksi berat untuk PSSI yang berakibat keanggotaan Indonesia di FIFA dicabut pada 30 Mei 2015.
Sejak itu, Indonesia pun tak diizinkan untuk menggelar kompetisi dan ikut bersaing di kompetisi level manapun sekitar setahun lamanya. Namun, di era Jokowi juga sanksi tersebut dicabut. Reformasi sepak bola diagungkan.
Presiden Jokowi ketika menyaksikan pertandingan Timnas Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Mencetak prestasi tidak bisa instan layaknya menyeduh mi instan. Butuh proses waktu dan ketekunan dalam mengolah potensi pesepakbola muda yang melimpah di Indonesia. Tak sekadar teknik dan strategi, perlu juga dukungan dan sedikit campur tangan dari pemerintah untuk memuluskannya.
Di tiga tahun kepemimpinan Jokowi, banyak hal yang telah berubah. Banyak perhatian yang diberikan khususnya untuk dunia sepak bola Indonesia.
"Presiden Jokowi itu punya perhatian terhadap sepak bola Indonesia, terhadap situasi sepak bola Indonesia. Pada saat kemarin ketika terjadi sanksi oleh FIFA, lalu di era dia juga pencabutan banding itu terjadi,” ucap Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, kepada CNNIndonesia.com.
Kemudian, Jokowi juga yang menginginkan adanya percepatan sepak bola nasional supaya bisa lebih baik lagi ke depannya. Hal itu membuat Jokowi mencatatkan sejarahnya sebagai presiden pertama yang secara khusus memanggil stakeholder sepak bola Indonesia dan menggelar Rapat Terbatas di Istana Negara guna membahas masalah percepatan pembangunan sepak bola nasional.
Jakarta masih minim lapangan sepak bola yang berkualitas. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
|
Namun, bukan berarti selesai sampai di situ. Pasalnya, sepak bola Indonesia belum sepenuhnya 'merdeka', terutama bagi pesepakbola muda yang bercita-cita menjadi pemain besar. Mereka belum memiliki fasilitas yang memadai untuk bisa menjadi pemain hebat.
Indonesia masih membutuhkan infrastruktur lapangan untuk berlatih sebagai penunjang sistem yang sementara ini sedang terus diperbaiki. “Bantuan infrastruktur sangat kami harapkan sekali,” pinta Danur.
Di Indonesia, stadion bagus berstandar internasional masih bisa dihitung jari. Bahkan, Jakarta sebagai Ibu Kota saja belum punya stadion bagus selain sisa peninggalan Presiden Sukarno saat Asian Games 1962 yang kini tengah direnovasi, yakni Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Danurwindo berharap Presiden Jokowi bisa merealisasikan percepatan sepak bola nasional. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama)
|
Masalah minimnya infrastruktur sepak bola di Indonesia juga dilontarkan Luis Milla. Buat pelatih Timnas Indonesia tersebut untuk bisa membawa Timnas Indonesia ke pentas dunia, ada tiga hal dasar yang harus terpenuhi.
Selain kompetisi yang berjalan secara profesional dan merata di seluruh Indonesia, pelatih berkualitas, Milla menyebut anak-anak Indonesia juga berhak berlatih di lapangan bagus.
“Indonesia butuh infrastuktur (sepak bola), karena Indonesia negara besar. Indonesia bisa merealisasikannya karena Indonesia punya kemampuan,” ungkap Milla.Selama delapan bulan tinggal dan melatih di Indonesia, Milla melihat Indonesia punya banyak pemain bertalenta. Tidak hanya Egy Maulana Vikri, tapi juga banyak talenta emas lain yang jika diasah bisa mengharumkan nama Indonesia.
Presiden Jokowi, kami tunggu realisasinya. (har)
Baca Kelanjutannya 3 Tahun Jokowi, Sepak Bola Indonesia Belum 'Merdeka' : http://ift.tt/2yVYadpBagikan Berita Ini
0 Response to "3 Tahun Jokowi, Sepak Bola Indonesia Belum 'Merdeka'"
Post a Comment